Zina
dan Publik Figur
Menjadi
publik figur bukanlah hal yang amat menyenangkan sebagaimana dibayangkan banyak
orang. Betul memang, mereka dipandang sebagi manusia yang mapan, berstatus
sosial tinggi dan tentunya serba kecukupan. Namun sejatinya, pangkat tersebut
amatlah berat karena memikuk amanah dan tanggung jawab dunia akhirat. Semua
gerak, ucapan dan perbuatannya akan selalu mendapatkan sorotan dari khalayak
ramai dan secara seketika itu juga, mereka akan merasakan dampaknya. Ya, jika
baik tentu mereka akan disanjung-sanjaung, dijadikan contoh dan memperoleh
apresiasi di manapun mereka berada.
Namuun, pada jadinya jika yang ia lakukan adalah perbuatan buruk, tentu spontan
akan merasakan cibiran, cacian dan direndahkan tanpa minta ampun.
Tidak
terkecuali dengan artis yang kini ramai di perbincangkan di media sosial
lantara ulah tak senononya terendus dan mencuat di permukaan umum. Yakni sebut
saja VN, artis perempuan FTV yang terjerat kasus prostitusi online dengan bos
kaya dari Lumajang—sebagaimana dikutip kompas.com (6/1/2019) lalu. Sebernarnya,
kasus semacam ini bukanlah yang pertama kalinya. Melainkan sudah lama berjalan.
Yakni sebelumnya ada kasus prostitusi yang diduga melibatkan para artis mulai
dari Nikita Mirzani, Puty Revita, Amel Elvi, Tyas Mirasih dan masih banyak lagi.
Sehingga dari kasus tersebut, baik VN maupun artis-artis lainya, pelaku akan
terancam dipenjara dan hilang karir intertaimentnya serta mendapatkan cap buruk
di seluruh pelosok nusantara bahkan dunia. Dari kasus yang menimpa di atas,
semestinya kita bisa memetik bebrapa ibrah atau pelajaran, yakni sebagai
berikut:
Pertama,
setiap jabatan atau pangkat adalah amanah dan akan diminta pertangung
jawabannya. Sebagaimanan Nabi bersabda: “setiap kalian adalah pemimpin dan
setiap kepemimpinan akan diminta pertanggungjawabannya”. Oleh sebab itu,
pangkat pablik figur atau yang lainnya akan menjadi nikmat atau laknat
tergantung si pemiliknya mengelola rasa tanggung jawab dan amanah tersebut.
Kedua,
maraknya perbuatan zina disebabkan karena beberapa faktor. Bisa jadi karena
faktor ekonomi yang mengantaRkan seseorang “terpaksa” menjadi PSK atau karena
memang diawali dengan pacaran kotor atau pergaulan bebas tanpa batas. Maka
benar sekali jika kemudian al-Qur’an dalam banyak ayatnya, selalu mewanti-wanti
seseorang untuk tidak mendekata zina, yakni melakukan perbuatan-perbuatan yang
mengantarkanya pada zina yang nyata seperti pacaran aau pergaulan bebas
tersebut.
Ketiga,
penguatan spiritual menjadi sangat penting ketika kasus semacam tersebut sudah
merabak dan diumbar tak tahu malu di hadapan publik. Atau paling tidak, harus
ada tindakan tegas dari pihak berwenang untuk lebih selektif mengkonfirmasi dan
mengcek suatu pasangan yang berduan; apakah sudah halal atau hanya masih
berstatus pacaran semata. Maka sebenarnya ajaran agama sudah mengajarkan pemeluknya
untuk mengnatisipasi terjadinya hal-hal senonoh tersebut. Seperti larangan berduaan
tanpa mahram, melihat yang bukan mahram, dan mengumbar aurat.
Keempat,
tindakan preventif yang tepat untuk menjaga saudara-saudara kita, keluarga dan
masyarakat kita adalah menajarkan mereka untuk lebih berpakaian secara syar’i,
mengurangi memposting hal-hal yang memancing lawan jenis beraksi, tidak
mengumbar perasan begitu over di media sosial dan terakhir memilih partner atau teman yang baik yang bisa menunjukkan ke
jalan yang benar nan selamat. Maka Nabi pun pernah bersabda: “[identitas]
seseoang dapat dilihat dari agama sahabatnya.” Semoga kita bisa terhindari dari
perbuatan zina dan muqadimahnya. Amin. []
Comments
Post a Comment