5 Faktor Terkabulnya Doa


5 Faktor Terkabulnya Doa

Salah satu cara yang terbaik untuk mengajukan permohonan kepada sang khalik adalah dengan doa. Ya, doa merupakan wasilah ampuh untuk menyampaikan keinginan seorang hamba kepada Tuhannya. Oleh sebab itulah, anjuran untuk berdoa menjadi satu kewajiban dalam rangakaian peribadahan kepada Allah (Qs. Al-Ghafir[]: 60).
 Setidaknya ada tiga penyebab kenapa doa begitu penting, hingga tak boleh ditinggalkan. Pertama, doa adalah inti dari ibadah itu sendiri. Artinya, segala bentuk ibadah yang disyariatkan oleh agama, sejatinya adalah doa. Bahkan shalat pun, ---sebagaimana arti bahasanya--juga disebut dengan doa. Sehingga wajar bila kemudian Nabi bersabda: "doa adalah otaknya ibadah". Kedua, doa merupakan bentuk kerendahan hati. Dengan kata lain, orang yang tak pernah berdoa berarti ia tengah menampakkan kesombongan dan  kecongkakannya (Qs. al-Ghafir[]: 60).  Ia seakan-akan tak memerlukan lagi pertolongan Allah. Ia seakan-akan sudah merasa 'paling kaya'. Padahal sudah jelas bahwa ia adalah makhluk yang lemah dan butuh naungan-Nya (Qs. al-Nisa[]: 28). Ketiga, doa adalah senjatanya kaum mukminin. Artinya, dengan doa, ---bi iznillah-- sagala urusan akan sukses; dengannya pula, malapetaka bisa terpental, bahkan selevel Qadha dan Qadarnya Allah pun, bisa "dirubah" olehnya. Demikianlah alasan mengapa berdoa menjadi sebuah kewajiban bagi setiap muslim.
Kemudian, bersamaan dengan diwajibkannya perintah berdoa ini, maka  ada hal lain yang juga tak kalah penting untuk diperhatikan. Yakni terkait dengan terkabulnya doa itu sendiri. Karena terkabulnya doa adalah inti dari permohonan seorang hamba kepada Tuhannya. Artinya, siapa pun pasti ingin cita-citanya tercapai, harapannya terwujud dan doanya menjadi sebuah kenyataan. Maka segala usaha ia kerangkah untuk mewujudkan hal itu. Dan fenomena terkait terkabulnya doa ini  pun sangat beragam. Ada yang begitu giat berdoa, namun tak kunjung terkabulkan. Sementara ada pula yang baru berdoa, namun tak berselang lama, doanya lantas terkabul. Jika demikian, berangkali kita pun akan bertanya-tanya: kenapa fenomena yang terjadi seperti itu?. Apa yang menyebabkan doa menjadi terhalang dan tak kunjung terkabul? Apakah karena si manusianya, ataukah karena hal lain?.
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, marilah kita pahami dua hal berikut ini. Pertama, betul bahwa berdoa adalah suatu kewajiban bagi setiap hamba. Namun ingat, terkabul atau tidaknya doa tersebut, sepenuhnya tergantung iradah (kehendak) Allah. Hal ini terlihat dari firman-Nya dalam surat  al-Ghafir ayat 60 yang menggunakan kata "astajib lakum" yang maknanya "maka aku akan MENJAWAB kalian bukan "MENGABULKAN" kalian. Karena bermakna "MENJAWAB", maka wajar saja bila kemudian permohonan seorang hamba ada yang terkabul ada yang tidak. Karena semu itu tergantung dengan "JAWABAN ALLAH"; apakah akan meng-iyakan atau menundanya atau bahkan menolaknya. Ini adalah alasan pertama.
Sementara alasan kedua ialah kembali kepada siapa yang berdoa alias tergantung indiviualnya. Yakni individu yang memperhatikan etika dan adab dalam berdoa. Tidak sebatas mengangkat tangan atau mengerakkan lidah saja, namun harus mensinergikan akal, hati dan rasa. Setidaknya ada lima cara untuk mensinergikan ketiga unsur tersebut, yakni sebagai berikut:
Pertama, meminta ampun terlebih dahulu. Artinya, sebelum kita memohon kepada Allah, sangat dianjurkan sekali untuk beristighfar kepada-Nya terlebih dahulu. Hal ini penting karena ketika kondisi jiwa yang bersih dari dosa dan sadar atas segala kesalahan yang telah diperbuat, akan mempercepat proses terkabulnya doa itu sendiri. Doa yang muatajab adalah doa yang keluar dari hati dan jiwa yang suci, bersih dan ikhlas. Bagaimana seorang tuan atau majikan berkenan memberikan upah kepada pegawainya, sementara pegawainya sendiri masih terus melakukan kesalahan terhadapnya? atau etis kah bila seorang karyawan yang terus menuntut upahnya kepada atasan, sementara ia sendiri tak pernah bersikap baik kepadanya?. Barangkali inilah perumahan yang pas untuk menggambarkan keterkaitan antara  istighfar dan berdoa.
Kedua, sebut nama-Nya dengan baik. Artinya, dalam berdoa, pujian dan sanjungan adalah hal penting yang tak boleh dilewatkan. Karena pujian adalah adalah satu ""penarik" dalam mensukseskan permohonan. Dan salah satu bentuk pujian itu ialah dengan memanggil nama-nama atau sifat-sifat Allah yang elok. Sebagaimana dalam Al-Qur'an disebutkan: "dan bagi Allah ada nama-bama yang elok (Asmaul Husna), maka berdoalah dengannya." (Qs. al-A'raf []: 180). Sehingga dengan menyebut nama-nama ini, nicaya doa kita akan segera terkabul. 
Ketiga, rendah hati dan penuh keseriusan. Layaknya orang yang tengah meminta, berdoa pun harus disertai dengan sikap kerendahan hati, sopan, tidak sombong, dan tidak main-main. Dalam hal ini Allah berfirman; " bedoalah kepada Tuhan mu dengan rendah hati dan samar. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan" (Qs. al-A'raf[]: 55). Maksud rendah hati di sini, memang ada yang mengartikannya dengan suara nyaring; tidak usah mengeraskan suara. Karena tanpa suara yang keras pun, Allah pasti tetap mendengar doa kita itu. Sebab dia adalah dzat yang maha tahu lagi mendengar (Qs. al-Nur[]: 21). Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Kastir dalam tafsirnya, Tafsir al-Qur'an Al-'adzim. Namun secara umum, kerendahan hati juga bisa dimaknai dengan arti kesopanan dan keseriusan dalam berdoa. Karena keseriusan dan kesopanan merupakan unsur mutlak untuk melancarkan terkabulnya doa. Bagaimana seorang ayah mau memberikan uang jajan, sementara sang anak justru memintanya dengan nada tak sopan, membentak bahkan cara cara kasar?. Begitu juga dalam persoalan doa ini. Kerendahan hati sangat diperhitungkan.
Keempat, istiqomah atau terus menerus. Artinya, berdoa tidak cukup hanya sekali atau dua kali saja. Namun harus setiap saat dan istiqamah setiap waktu. Karena Istiqomah juga merupakan faktor penunjang terkabulnya doa. Bagaimana tidak? Seseorang yang terus meminta dan kenal lelah, tentu akan lebih diperhatikan ketimbang orang yang jarang-jarang meminta alias semuanya sendiri. Hal ini layaknya seperti pisau yang terus diasah, tentu akan lebih tajam ketimbang dibiarkan begitu saja.  Maka wajar bila kemudian ada adagium mengatakan: "Istiqomah itu lebih baik (bahakn lebih ampuh) ketimbang seribu karomah." Maksudnya, doa yang dilakukan dengan Istiqomah, --insyaaallah-- akan mudah terkabulkan dan bahkan lebih mujarab ketimbang yang hanya dilakukan sesuka hati pelakunya. Mengapa bisa demikian?. Sebab keistiqomahan akan membawa rahmat dan menjadikan pelakunya tak akan merasa sedih dan kwatir (Qs. Al-Ahqaf[]: 13).
Kelima, carilah waktu yang tepat. Ya, Terkabulnya juga ditentukan dengan waktu yaang dinilai mustajab. Berkaitan dengan ini, al-Nawawi dalam kitabnya, Riyadhusholihin, menyebutkan beberapa waktu yang mustajab untuk berdoa yakni: seperti malam terakhir, setiap selesai sholat lima waktu, ketika turunnya hujan, malam Lailatul Qadar, saat panggilan shalat, diantara awann dan Iqamah serta waktu di antara dua khubah Jumat.
Demikianlah beberapa cara supaya doa kita terkabul. Sekali lagi, semua cara yang disebutkan ini bukanlah suatu jaminan mutlak, melainkan hanya sebatas ikhtiar dzahir dan batin saja. Karena semua tetap tergantung dengan iradah (kehendak) Allah, sang pengatur segala urusan. Dia yang memutuskannya. Namun kita tetap harus terus berharap, semoga segala permohonan kita kepada-Nya segera terkabulkan. Amin[].


Comments