Ilmu dan Cobaannya


Ilmu dan Cobaannya

Tidak selamanya apa yang kita usahakan berjalan mulus hingga mendapatkan apa yang kita impikan. Namun pasti ada rintangan dan ujian yang kita jumpai saat mengupayakan itu. Keberadaan ujian ini, adalah sebagai pembelajaran  bagi kita untuk tetap tabah dan tahan banting dalam membentuk mental yang kokoh. Yang tak mudah jatuh dan menyesal. Disamping itu, ia juga sebagai "cerminan" bagi kita untuk masa depan, yakni supaya lebih waspada dan bersiap-siap diri dalam menghadapi ujian-ujian yang lebih besar lagi.
 Sama halnya di dalam mencari ilmu, juga terdapat cobaan dan penghalang. Dimana jika cobaan dan penghalang tersebut telah mengindap di dalam diri seseorang, maka ia akan merasakan kesukaan dalam menuntut ilmu dan ilmu yang didapatkan pun akan sulit ditasarufkan kepada orang lain alias tidak bermanfaat.  Karena keberkahannya telah sirna dan ruh ilmunya telah terkikis habis. Na'udzubillah. Lalu apakah cobaan dan penghalang yang dimaksud itu? Dan bagaimana caranya membentengi diri kita supaya terhindar dari cobaan tersebut.? Setidaknya ada empat cobaan dan penghalang yang perlu diwaspadai oleh setiap penuntut ilmu. Keempat tersebut adalah sebagai berikut:

1. niat yang salah.
Niat yang salah adalah cobaan utama dalam menuntut ilmu. Jika niatnya salah, tentu hasil yang diharapkan pun tidak akan sesuai bahkan bisa jadi gagal. Karena niat adalah inti dan penentu hasil akhirnya. Jika niatnya benar maka hasilnya pun membanggakan, namun jika niatnya salah maka hasilnya tentu berantakan. Atau dengan kata lain bahwa niat adalah tolak ukur dalam menilai baik-buruknya suatu pekerjaan. Sehingga pekerjaan akan dinilai baik jika memang awalnya berniat baik, sekalipun secar lahir terlihat buruk. Pun sebaliknya, pekerjaan akan dinilai buruk karena awalnya berniat buruk. Sebagaimana hadis nabi mengatakan : "Sesungguhnya pekerjaan-pekerjaan itu tergantung pada niat-niatnya” (HR. Al-Bukhari, Muslim dan lain-lain).
Dalam hal menuntut ilmu, persoalan niat yang baik juga menjadi sebuah kebarusan. Berkaitan dengan ini,  imam Al-Zarnuji (w.602 H) dalam kitabnya, Ta'lim al-Muta'alim fi Thariqat al-Ta'allum berkata bahwa "menuntut ilmu harus bertujuan untuk  untuk mendapat ridlo Allah dan kebahagiaan akhirat, menghilangkan kebodohan dari diri sendiri dan orang lain, dan menghidupkan agama dan melestarikan Islam. Selaras dengan perkataan beliau, al-Ghazali juga mengatakan bahwa niat menuntut  ilmu adalah untuk menghiasi dan mempercantik hati dengan sifat-sifat keutamaan, dan selanjutnya mengupayakan kedekatan diri kepada Allah, dan naik pada kelas yang dihuni oleh golongan tertinggi yang terdiri dari para malaikat dan orang-orang yang didekatkan kepada Allah."
Demikianlah niat yang semestinya, namun dalam prakteknya, tidak semua penuntut ilmu melakukan hal demikian. Justru banyak dari mereka yang malah bertolak belakang dan memggantunkan niatnya pada yang salah. Semisal berniat untuk meraup kekayaan, jabatan, dan kehormatan di mata manusia. Karena hal ini, kemudian ada tiga wajah manusia dalam menuntut ilmu-sebagaimana yang dikatakan oleh al-Ghazali-, Pertama adalah penuntut ilmu yang bertujuan hanya karena Allah dan mendapatkan kebahagiaan di akhirat. Ia adalah orang yang selamat dari siksa Allah dan berhak menyandang predikat istimewa .
Kedua, orang yang menuntut ilmu agar ilmu yang akan diperoleh dapat menjadi penopang kehidupan duniawi, memperoleh kemuliaan atau kedudukan terhormat, meskipun ia sadar bahwa tujuan itu adalah salah. Golongan ini masih dimungkinkan celaka, jika tidak segera kembali ke jalan yang benar dan membenahi kesalahan yang telah dilakukan. Ketiga, penuntut ilmu yang bertujuan menjadikan ilmu sebagai sarana untuk memperbanyak kekayaan, bermegah-megahan dengan pangkat, dan meraih popularitas dengan banyaknya pengikut. Penuntut ilmu yang mempunyai niat dan tujuan seperti ini adalah orang yang telah dikuasai oleh setan, bahkan Rasulullah SAW. menyebutnya sebagai orang yang harus lebih diwaspadai dari pada setan.
Dari pengggolan ini, setidaknya kita tahu dan sadar bahwa selama ini sebenarnya kita masuk pada bagian yang mana, jika masuk bagian yang pertama berarti kita telah aman. Sekalipun demikian, kita tetap harus menjaga niat itu jangan sampai ternodai oleh hal-hal yang merusaknya seperti riya, sombong dan dengki. Namun jika ternyata kita masuk dikategori kedua dan ketiga, maka hal harus kita lakukan adalah menyadarinya dengan sepenuh hati, lalu memperbanyak istighfar dan terpenting ialah meluruskan kembali niat itu dengan iman yang kuat dan kesadaran diri yang optimal.
2. Riya.
 Riya juga bagian dari cobaan menuntut ilmu. Betapa tidak? Ia sendirilah yang akan mengkis habis ilmu dan amal yang kita. Sebagaimana dalam hadis disebutkan:
Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil, yaitu riya’. Allah akan mengatakan kepada mereka pada hari Kiamat tatkala memberikan balasan atas amal-amal manusia “Pergilah kepada orang-orang yang kalian berbuat riya’ kepada mereka di dunia. Apakah kalian akan mendapat balasan dari sisi mereka?” [HR Ahmad,]
Hadis di atas dengan sangat tegas manyampaikan bahwa riya itu kata lain dari syirik kecil. Kita tahu bahwa perbuatan syirik adalah bagian dari dosa besar dan tidak akan diampuni. Oleh karena itu, riya juga bisa menjadi dosa besar ketika pelakunya memang telah tertutup hatinya untuk mengakui kebesaran Tuhan yang ada di dalam dirinya itu. Karena Riya biasnya timbul bila ada kelebihan dan kesempurnaan dalam diri seseorang dibanding dengan orang lain.
 Demikian pula, jika seorang demgan ilmu yang telah didapatkannya, malah justru menjadi riya atau pamer bahkan sampai merendahkan orang yang dibawahnya, maka semua amal yang telah ia kerjakan akan musnah tak membekas sedikitpun. Sekalipun ia mendapatkan pujian, tapi ketahuilah bahwa sesungguhnya pujian itu adalah sebuah ancaman yang dahsyat untuk dirinya di kemudian hari.
Didamping bisa membatalkan amal perbuatan, Riya juga disebut sebagai cobaan yang berbahaya dari pada fitnah Dajjal. Dalam sebuah hadis nabi disebutkan:
"Maukah aku kabarkan kepada kalian sesuatu yang lebih tersembunyi di sisiku atas kalian daripada Masih ad Dajjal?” Dia berkata,”Kami mau,” maka Rasulullah berkata, yaitu syirkul khafi; yaitu seseorang shalat, lalu menghiasi (memperindah) shalatnya, karena ada orang yang memperhatikan shalatnya”. [HR Ibnu Majah]
Hadis ini sekalipun membicarakan syirik khafi atau riya dalam ibadah shalat, bukan berarti ia hanya terbatas pada hal tersebut saja, melainkan juga pada ibadah yang lain termasuk ilmu. Artinya, ketika ilmu sudah dapatkan, namun kemudian justru dengan ilmu itu, seseorang menampakkan sosoknya yang berlugu hebat, sempurna dan tak tertandingi supaya mendapatkan sanjung dari orang lain, maka sebenarnya ia telah membawa fitnah yang begitu berbahaya  baik bagi dirinya maupun orang-orang di sekitarnya. Ia layaknya seperti jelmaan tingkah laku "Dajjal" yang menyebarkan fitnah-fitnah kepada siapapun yang bertemu dengannya kelak. Na'udzubillah.
Maka apa manfaatnya jika segudang ilmu telah didapatkan kemudian dinodai dengan Riya?, gelar apa yang pantas bagi orang yang berilmu yang memamerkan ilmunya hanya karena ingin dipuji dan mendapatkan kedudukan di mata manusia? Dan apakah ada ganjaran yang lebih tepat bagi penuntut ilmu yang bertingkah riya selain hilangnya amal dan jauh dari Allah? . Oleh karena itu, tepat sekali apa yang telah disabdakan nabi bahwa "barangsiapa yang bertambah ilmunya, namun tidak betambah hidayhany kepada allah (tidak bertambah taat), maka tidak ada banyak kecuali akan bertambah jauh dari Allah. Na'udzubillah.
3. Malas.
Malas adalah cobaan yang paling banyak dialami oleh para penuntut ilmu. Banyak dari mereka yang kandas sewaktu belajar karena sifat yang satu ini. Namun ironisnya, sifat malas ini dijadikan "alibi atau alasan" bagi mereka yang tengah mendapatkan tugas begitu memupuk. Setiap kali ditanya : kenapa kamu tidak belajar?", Maka di jawab : "aku males lah". Jadi seakan-akan jawaban malas ini telah memberikan solusi bagi dirinya, tapi padahal justru adalah senjata makan tuan yang lebih berbahaya yaitu berupa penyesalan tiada akhir, kegagalan dan kebodohan seumur hidup. Na'udzubillah.
Sifat malas inilah yang akan menyebabkan seseorang tidak akan berkembang. Ia akan tertinggal jauh dari orang lain. Dalam Al-Quran Allah berfirman: "Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya' (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. QS. An-Nisa' [4]:142
Dalam ayat ini Allah menjelaskan karakteristik orang-orang munafik yaitu mencoba menipu Allah dengan perbuatannya yang pura-pura beriman padahal tidak demikian dan dengan bermalas-malasan menunaikan ibadah seperti shalat, dan ketika bisa melakukan ibadah, justru mereka malah memamerkanmya kepada orang lain supaya disanjung. Tidak berbeda dalam menuntut ilmu, bahwa sifat bermalas-malasan juga bisa menjadikan seseorang bertingkah seperti orang munafik? Kenapa bisa begitu? Jawabanya adalah karena orang yang bermalas-malasan berarti ia tengah mencoba menipu Allah yakni mengaku tidak mampu melakukan kewajiban menuntut ilmu dengan berbagai alasan, padahal ia sendiri mampu dan banyak kesempatan untuk menunaikannya. Na'udzubillah.
 Oleh karena itu, Rasulullah senantiasa mengingatkan kita akan bahaya sifat malas ini, dimana beliau menyuruh kita untuk berdoa supaya terhindar dari bahayanya. Doa yang belau ajarkan adalah ;
اللهم إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ، وَالْكَسَلِ، وَالْجُبْنِ، وَالْهَرَمِ، وَالْبُخْلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ»
"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, kemalasan, sifat pengecut, pikun, bakhil, dan aku berlindung kepada-Mu dari azab kubur dan fitnah hidup dan mati"
4. lupa.
 Cobaan selanjutnya salah lupa. Kenapa bisa dikatakan sebagai cobaan, karena ia bisa menyebabkan ilmu sirna dan tak membekas di dalam diri seseorang, padahal sudah susah payah mencarinya. Namun perlu diketahui bahwa lupa yang menjadi cobaan adalah lupa yang sebabkan oleh si penuntut ilmu sendiri. Sedangkan lupa yang memang datang dari dalam dirinya sebagai fitrah -sebagimana sabda nabi: "manusia adalah tempatnya salah dan lupa", bukan dikategorikan sebagai cobaan sebab telah termaafkan. Dalam sebuah syair disebutkan :
اِجْهَدْ وَلاَ تَكْسَلْ وَلاَ تَكُ غَافِلاً فَنَدَامَةُ العُقْبىَ لِمَنْ يَتَكاَسَلُ
"Bersungguh-sungguhlah, jangan bermalas-malas, dan jangan lengah, karena penyesalan itu atas orang yang bermalas-malas."
Jika demikian, lalu lupa yang bagaimana yang kategotikan sebagai cobaan?. Berkaitan dengan ini, ada beberapa penyebab yang menjadikan lupa seperti itu :
Pertama, malas. Inilah penyebab utama seseorang menjadi pelupa. Ketika seorang malas untuk melakukan apapun, tentu ia tidak akan mendapatkan apa-apa. Dan ilmu yang telah ia dapatkan akan sedikit-sedikit akan hangus karena tidak diasah.
Kedua, enggan mencatat. Lupa juga bisa disebabkan karena enggan mencatat setiap ilmu yang baru didengar. Maka ketika ia dibiarkan saja, tentu akan lenyap dari dirinya. Dan sewaktu ia membutuhkan ilmu tersebut, ia akan kebingungan. Dan saat itulah ia akan menjadi pelupa. Bukankah kita tahu ilmu itu bagaikan buruan yang setiap saat bisa lepas dari ikatannya, dan tulisan adalah ikatannya. oleh karena itu, ikatalah ilmu dengan tulisan supaya ia bisa terkendali dan tak mudah lepas dari genggamanmu. 
Ketiga, tidak mau beramal. Tidak mau beramal atau menyimpan ilmunya untuk nikmati oleh orang lain juga menjadikan pelupa. Alasannya adalah karena ilmu itu akan terus bertambah dan semakin menancap di dalam hati jika ia semakin banyak  di amalkan dan disampaikan kepada orang lain supaya mereka juga merasakannya. Maka jangan salahkan jika umpanya kita baru mendengar ilmu, namun kemudian kita enggen mentasarufkannya, akan mengindap penyakit pelupa. Karena otak yang terlalu banyak dianggurkan, akan mudah lemah untuk mengingat dan memahami sesuatu. Dan pada akhirnya bisa menimbulkan penyakit pikun lebih dini. Na'udzubillah.
Disamping itu, mengamalkan ilmu meruppakan manifestasi nyata dari ilmu yang bermanfaat. Dimana kita tahu bahwa ilmu yang bermanfaat akan menjadi penyelamat sekaligus syafaat bagi pemiliknya yang terus mengalir pahalanya sampai ia di liang lahat. Sebagaimana sabda nabi mengatakan :"jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara yaitu: sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631). [ ]
Demikianlah beberapa jenis cobaan dalam menuntut ilmu yang perlu diwaspadai. Dan setidaknya dengan mengetahui jenis cobaan ini, kita semakin berintrospeksi diri bahwa dalam mencari ilmu sangat perlu dibutuhkan kesungguhan, keuletan, dan menejemen waktu yang tepat, tidak hanya mencari saja lalu kemudian dibiarkan begitu saja tanpa ada usaha selanjutnya.[ ]

Comments