Jangan Biarkan Ilmu Berlalu


Jangan Biarkan Ilmu Berlalu

“Ilmu bagaikan hewan buruan, dan tulisan/pena adalah ibarat tali pengikatnya. Oleh karena itu ikatlah hewan buruanmu dengan tali yang kuat, Adalah tindakan bodoh ketika berburu rusa kemudian setelah rusa itu berhasil ditangkap, kamu biarkan saja dia tanpa diikat dikeramaian.”
                          -Imam Syafi'i-

Tidak semua yang kita lihat, bisa langsung terekam dalam otak. Dan tidak semua yang kita dengar, langsung tersimpan dalam pikiran. Bahkan tidak jarang, hal yang baru saja kita jumpai justru menghilang tanpa bekas. Begitu juga ilmu. Ia juga bisa mengalami hal demikian. Artinya, sekalipun ilmu banyak disampaikan di dimana-mana, dilihat dan didengar dari siapapun, tapi ia juga dapat sirna dari penerimanya. Tahukah apa yang menyebabkan seperti itu?. Tentu satu jawabannya yakni ia tidak ditulis seketika itu.
Kiranya tepat sekali apa yang katakan Imam Syafi'i di atas bahwa sebagus apapun pendengarannya dan sebaik apaun ingatannya, kalau ilmu tidak direkam dalam tulisan, tentu akan mudah lenyap layaknya hewan burunan yang lepas dari ikatannya. Bahkan kata beliau hal tersebut adalah sebuah kebodan dan kekonyolan. Betapa tidak?, Lah sudah tahu ada ilmu depanya, malah ia mengabaikannya begitu saja. Tanpa ada tindakan preventif untuk mengabadikan ilmu itu. 

Dulu ketika kami masih mesantren, garu kami selalu berakata demikian : "nak, kalau kamu pergi ke suatu majelis ilmu, jangan lupa bawalah "catatan kecil". Dan tulislah semua apa yang engkau dengar. Jangan sampai engkau terlena dengan kehebatan penceramahnya hingga engkau lupa mencatat. Jangan engkau anggap remeh bahwa itu mudah dihafal. Karena siapa tahu, esok hari engkau akan membutuhkannya, sedang engkau tak ingat apa-apa tentang ilmu yang engkau dapat itu. Karena kesempatan tidak datang dua kali. Dan saat itulah, engkau akan menyesal lagi merugi seumur hidup". Dari wejangan ini setidaknya kita tahu bahwa ujian dalam menuntut ilmu pasti ada, dan itu berupa hilangnya ilmu tanpa ada rekam jejaknya untuk masa depan. Sehingga kita hanya mendapatkan kerugian dan penyesalan seumur hidup. Na'udzubillah. Oleh karena itu, harus ada siasat untuk merekam jejak ilmu yakni dengan membawa "catatan kecil atau buku saku" setiap kali kita mengunjungi majelis ilmu. Tradisi inilah yang masih berlaku dan dipraktekan oleh santri-santri pesantren. Dan barangkali kita patut menirunya.
Namun dengan berjalannya waktu, tradisi tersebut sudah mulai bergeser, terlebih ketika perkembangan teknologi semakin pesat dan masuk ke semua lini kehidupan, termasuk lini pendidikan dan pengajarannya. Banyak kemudian kita menemukan; mulai dari orang tua, remaja, anak-anak bahkan balita, ketika mereka datang di suatu majelis ilmu, bukannya khidmah mendengarkan, mereka malah jutru sibuk dengan HP dan gadget masing-masing. Mereka lalai bahwa ilmu itu terus berlalu dari penyaksiaannya. Mereka sudah terlena dengan nikmat perkembamgan zaman yang begitu mencengangkan. Namun ia tidak sadar, bahwa justru 'kenikmatan' itulah yang sebenarnya tengah menggerogoti intelektual, mental dan spiritual mereka supaya menjadi bobrok, yakni jika kehadiran kecanggihan teknologi tersebut tidak dipergunakan sesuai dengan fungsi dan dalam tempat yang tepat. Kita tahu bahwa kehadiran teknologi itu memang tidak bisa dielakkan lagi dan pasti kita akan tergantung kepadanya, namun tidak semua apa yang ditawarkannya kemudian kita ambil semua. Kita perlu memilih dan memilah mana yang baik dan bermanfaat. Bukankah ada jargon mengatakan "المحافظة على القديم الصالح والاخذ بالجديد الأصلح" ( (melestarikan tradisi lama yang baik, dan mengambil tradisi baru yang lebih baik), lalu sudahkan kita mengaplikasikan substansi jargon ini sesuai porsinya?.
Pencatatan ilmu ini menjadi penting -bahkan dalam beberapa kondisi bisa menjadi keharusan-, itu karena ada beberapa alasan yang melatarbelakanginya yaitu : pertama, karena manusia bisa saja lupa. Dan alat untuk mencegah hal tersebut adalah dengan tulisan dan pencatatan. Bukankah manusia itu tempatnya salah dan sering lupa,  الإنسان محل الخطاء و النسيان. Oleh karena itu, mencatat dan menulis adalah bagian dari usaha untuk menimalisir atau setidaknya mencegah diri sebelum kita melakukan kesalahan karena kelalaian dan kecerobohan yang telah kita perbuat. Kedua, untuk melestarikan ilmu supaya bisa dinikmati kapanpun dan oleh siapapun. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa ilmu itu bisa hilang. Hilang di sini bukan makna sebenarnya, tapi hilang di sini maksudnya adalah bahwa ilmu pada saatnya juga akan mengalami masa penurunan. Yakni ketika seorang penyampai ilmu yang dalam hal ini berarti para ulama telah banyak yang meninggal, maka ilmu itupun ikut terangkat dari muka bumi dan jumlahnya berkurang. Ini sebagaimana dengan hadis nabi yang mengatakan: "sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu kecuali dengan mencabut para ulamanya terlebih dahulu".
Jadi dengan menuliskan ilmu dalam sebuah catatan atau karya, berarti orang tersebut tengah menghidupkan ilmu supaya tetap lestari dan terus berkembang. Apa jadinya jika para ulama kita banyak yang wafat, sedangkan ilmu mereka tidak kita rekam dalam tulisan. Apa jadinya jika ilmu sirna dari muka bumi,? Tentu jawabannya hanya satu, yaitu kemaksiatan akan meraja lela, fitnah bertebaran dimana-mana dan kesesatan sudah menjadi hal biasa. Mengapa demikian? Karena menusia sudah seperti binatang ternak yang bertingkah semaunya sediri. Hanya nafsu yang ditonjolkan.  Mereka tak punya petunjuk kebenaran. Maka tepat sekali apa yang dikatakan bahwa لولا العلم لكان الناس كالبهاءيم ( (andaisaja ilmu tak ada, maka sungguh manusia akan bertingkah seperti hewan). Ketiga, dengan menuliskan ilmu dalam sebuah catatan, ia berarti telah berusaha menciptakan ilmu yang bermanfaat bagi orang lain. Karena ia bisa dinikmati sepanjang masa selama catatan itu masih ada dan bermanfaat untuk amalkan. Catatan itulah yang akan menjadi sedekah jariyah baginya, yang terus mengalir sampai ia di liang lahat. Demikianlah beberapa alasan mengapa pencatatan ilmu itu begitu penting  yang semestinya diperhatikan oleh setiap penuntut ilmu supaya mereka tidak terlalu menggampangkan dengan segala ilmu yang ia dapat, karena itu semua harus diabadikan dan dicatat agar tidak hilang begitu saja tanpa bekas di dalam dirinya. []



Comments