Jauh Dari Ulama, Tanda Matinya Hati


Jauh Dari Ulama, Tanda Matinya Hati

Dewasa ini, seringkali kita saksikan begitu banyak problematika masyarakat yang terus bermunculan, baik persoalan ekonomi, sosial maupun spiritual mereka. Banyak dari mereka yang terjangkit problematika tersebut, sehingga intelektual dan mentalitasnya menjadi terpuruk dan lebih memilih jalan instan, tak terpikirkan apa itu baik atau bukuk, apa itu bermanfaat atau merugikan orang lain, yang penting tujuan pribadinya bisa terpenuhi. Akibatnya, mereka menjadi pribadi-pribadi yang diperbudak oleh nafsu, harta dan kekuasaan. Dan pada gilirannya, mereka akan sulit menerima nasihat, teguran bahkan ancaman dari orang lain. Jika orang lain saja tidak takut, apalagi dengan ancaman Allah, tentu dianggap suatu hal yang biasa-biasa saja.
 Hati mereka telah tertutup rapat oleh bujuk rayu kemanisan dunia yang fana. Pikiran mereka sudah terhijab oleh bayang-bayang kepuasan  harta dan kekayaan. Dan mata mereka telah dibutakan oleh fatamorgana jabatan yang menggiurkan. Sehingga wajar, jika kemudian mereka selalu merasa kurang, kurang dan, kurang. Hati gelisah, pikiran kacau, dan kekhawatiran selalu menghantui setiap waktu. Hari-hari mereka habiskan di kafe-kafe, diskotik-diskotik dan tempat hiburan lainnya. Sementara seperti masjid dan majelis pengajian, mereka tak pernah mengunjunginya atau mau mengunjunginya, itu pun hanya sewaktu mereka tengah mengalami ketepurukan atau ketika tengah mencari crita dan menarik simpatisan masyarakat untuk mendukung dirinya di pemilihan umum misalnya. Dan ironisnya lagi, mereka lebih gandrung menghabiskan harta dan kekayaan untuk memenuhi keinginan dan hawa nafsunya, sementara untuk kepentingan umat dan yang lebih membutuhkan, mereka langsung memposisikan dirinya seakan-akan tidak mampu dan menampilkan muka memelas yang perlu dikasihani.
Tapi tahukah Anda, mengapa mereka bisa seperti itu?. Tentu, jawabannya banyak faktor yang melatarbelakanginya dan salah satu dari faktor tersebut adalah karena mereka jauh dari ulama atau tokoh-tokoh Muslim yang berpengaruh. Ya, saat mereka jauh dari ulama, saat itu pula hati mereka akan mati. Sehingga segala kebenaran yqng datang, mereka tidak mau menerimanya. Dalam salah satu haditsnya, Nabi Muhammad pernah bersabda: "berpeganglah kepada majelis-majelis para ulama, dan memperdengarkan petuah para ahli hikmah. Karena sesungguhnya Allah akan menghiasi hati yang mati dengan cahaya hikmah sebagaimana Dia menghidupkan bumi yang mati dengan air hujan."
Perkataan Nabi ini menegaskan kepada kita bahwa hati yang mati karena enggan mendekati ulama, enggan berinteraksi dengan mereka dan bahkan sampai menganggap mereka orang-orang "suka berceramah namun tak mau bertindak", perlu mendapatkan siraman rohani berupa hikmah. Hikmah di sini bisa berupa ilmu, petuah maupun nasehat. 


Ya, dengan ilmu atau nasehat dari ulama, seseorang akan menemukan jalan terang. Atau setidaknya ia akan menemukan solusi hatinya yang selalu gelisah. Dengan ilmu yang diajarkannya itu, ia akan lebih berhati-hati dan tidak ceroboh dalam bertindak. Ia akan bisa membedakan mana yang benar dan yang salah. Jika bukan perantara ulama, bagaimana seseorang bisa menjalani kehidupan dunia yang hasanah?, Jika bukan dengan ilmu, bagaimana seseorang dapat bersikap sesuai dengan aturan yang baik?. Maka tepat sekali perkataan yang menegaskan: "seandainya tidak ada ilmu, sungguh manusia akan seperti binatang."
Oleh karena itu, untuk mengobati hati mereka yang telah mati, dan untuk menghindari dari kebobrokan hidup dunia, maka ---dalam hadits di atas---- Nabi memerintahkan mereka untuk senantiasa bepergangan kapada nasihat ulama dan petuah para ahli hikmah. Sehingga dengannya, hati mereka bisa hidup dan mekar kembali seperti tumbuhnya bumi seteleh mendapatkan siraman air hujan.
Namun pertanyaan selanjutnya adalah kenapa harus ulama yang mesti menjadi pegangan dan "Kompas" dalam menunjukkan hati seseorang meraih kebahagiaan dunia dan agama?. Pertanyaan ini, sejatinya sudah terjawab oleh berita dari Nabi melalau haditsnya yakni: "akan datang zaman kepada umatku dimana mereka akan jauh dari ulama dan para ahli fikih, (sehinga jika itu terjadi), maka Allah akan mengunci mereke dengan tiga macam ujian. Pertama, Allah akan mengangkat keberkahan dari pekerjaan mereka. Kedua, Allah akan mengutus mereka pimpinan yang zalim. Ketiga, mereka akan dikeluarkan dari dunia (baca:mati) dengan tanpa membawa iman/suul khatimah." Ketiga ujian ini merupakan peringatan sekaligus ancaman bagi mereka yang berani menjauh dari para ulama atau bahkan mencaci mereka.
Barangkali peringatan Nabi di atas tepat sekali. Sangat wajar jika seseorang sudah enggan bersilaturahmi dengan para tokoh agama, mereka lebih suka bercengkerama dengan para umara' yang hanya untuk urusan nafsu, maka akan terancam tidak mendapatkan keberkahan dalam setiap yang ia kerjakan. Jika keberkahan sudah tidak ada, maka sekalipun hasilnya banyak dan memuaskan, namun pekerjaan tersebut sangat berpotensi untuk menjadi tempat mengumbar nafsu dan Nisa jadi sudah tidak mengenal kata "halal". Na'udzubillah.
Tidak hanya itu, --kata Nabi--- jauh dari ulama juga bisa memberikan dampak negatif dalam ranah kepemimpinan yakni terpilihnya orang yang zalim dan tirani dalam mengisi dan memimpin satu lembaga dan komunitas. Jika yang terjadi demikian, maka tunggulah kehancurannya, mentalitas masyarakat menjadi terpuruk, penguasa menjadi semena-mena, sementara rakyatnya hidup terlunta-lunta. Dan pada akhirnya, jika mereka tetap enggan mendekati ulama, maka tunggulah sampai ajal tiba namun mereka tak membawa iman di hatinya alias mati suul khatimah. Na'udzubillah. Sungguh ancaman yang mengerikan bila kita jauh dari para kekasih Allah dan pewaris para nami, Ulama waratsah al-Anbiya'. Ya Allah, semoga kita bukan bagian dari mereka dan jadikanlah kami orang-orang yang segan ulama dan patuh kepada mereka. Amin. [ ]

Comments