Menajemen
Panca Indera
Manusia, Makhluk Sempurna
"Sempurna", itulah salah satu sifat khusus yang dipersembahkan Allah kepada makhluk-Nya yang bernama manusia. Sempurna yang dimaksud di sini bukan dalam arti bahwa mereka adalah satu-satunya ciptaan Tuhan yang paling mulia dan di atas makhluk-makhluk Allah lainnya. Bukan. Melainkan sempurna dalam arti "bentuk dan sifat penciptaan mereka''. Yakni karena mereka telah diciptakan dalam bentuk fisik yang paling bagus dan dibekali dengan sifat-sifat yang sempurna seperti rupa yang elok, fisik tubuh yang tegap, diberi akal dan nafsu, dan dan bisa berbicara.
Sifat-sifat
seperti itu tidak ditemukan dalam makhluk-Nya yang lain. Malaikat misalnya,
mereka memang disebut sebagai makhluk Allah yang dimuliakan karena
ketundukannya, namun mereka tidak diberi nafsu seperti halnya manusia. Maka
wajar saja, bila hanya ada kepatuhan dan ketaatan yang muncul dari diri mereka.
Tugasnya hanya sujud, bertasbih, bertahmid, menjunjung Arys, mencatat amal,
menurunkan hujan dan tugas-tugas lainnya yang langsung diinstruksikan oleh
maulanya. Mereka tidak makan, minum, tidur apalagi bersetubuh. Berbeda dengan
manusia, dimana mereka tidak hanya dibekali nafsu sehingga mereka memiliki keinginan
atau hasrat untuk merasakan sifat kemanusiaan seperti makan-minum, bersetubuh,
sedih-gembira, mereka juga dibekali akal untuk berpikir dan menciptakan kreasi
positif di dalam kehidupannya.
Oleh karena itu, sangat mungkin sekali kalau
manusia bisa menempati dua derajat sekaligus yakni bisa naik seperti derajat
malaikat yang taat, jika mereka dapat memanage akal dan nasfunya dengan imbang;
dapat menempatkan sesuai porsinya dan tidak menjadikan nafsu sebagai
pemimpinnya. Namun saat bersamaan, mereka juga bisa langsung turun ke derajat
hewaniyah yakni ketika nafsu menjadi panutannya, sementara akalnya hanya
dijadikan sebagai "budak" yang selalu meng-iyakan dan membela
keputusan nafsunya itu.
Begitu
juga tidak bisa ditemukan dalam ciptaan Allah yang lain seperti hewan; dimana
kita tahu bahwa makhluk satu ini hanya diberi nafsu saja. Ia tidak bisa diberi
akal dan bentuk tubuh layaknya manusia. Ia hanya bisa makan, tidur dan setubuh
saja. Sekalipun manusia disebut manusia sebagai spesies hewan yang cerdas (hawan
al-nathiq) -----jika meminjam istilah ilmu logika/manthiq--- namun mereka tetap
berbeda dari hewan-hewan paa umumnya. Manusia bisa berpikir, berbicara dan
merasakan rasa sakit. Dari sini maka jelaslah bahwa manusia adalah makhluk
sempurna dalam segi bentuk dan rupa fisiknya bukan sempurna dalam segi
'ubudiyyah nya karena hal itu tetap tergantung dengan amalnya masing-masing
dari mereka.
Berita
bahwa manusia adalah makhluk sempurna, sebenarnya telah diinformasikan oleh
Allah sendiri dalam firman-Nya surat al-Thin[95] ayat 5:"sesungguhnya
Kami ciptakan manusia itu dalam bentuk yang sebaik-baiknya."
Ayat
ini dengan jelas menegaskan bahwa Allah telah menciptakan manusia dalam bentuk
yang sebaik-baiknya. Pengertian bentuk sebaik-baiknya--sebagaimana dalam kita
tafsir Shafwah al-Tafasir-----adalah bahwa mereka diciptakan dalam rupa dan sifat yang sempurna berupa memiliki fisik
yang tegap, anggota tubuh yang seimbangkan, memiliki akal dan nafsu, dihiasi
dengan ilmu serta bisa berbicara dan beradab. Jadi, maksud bentuk
sebaik-baiknya dalam ayat di atas, itu lebih mengarah ke sifat fisik dan tubuh
manusia. Artinya, mereka dikatakan sempurna sebab memiliki kaki, tangan,
hidung, perut dan organ-organ tubuh lainnya yang begitu menakjubkan--- yang
tidak dimiliki oleh makhluk lainnya.
Semua
kesempurnaan fisik tersebut selanjutnya dibungkus dalam satu organ yang disebut
dengan indera. Ya, indera adalah cerminan dari kesempurnaan penciptaan manusia
itu sendiri yakni mulai dari akal, hati, mata, telinga, lidah, perut, tangan,
dan kaki. Dan kita tahu bahwa seluruh indera ini adalah salah satu nikmat Allah
yang paling besar. Kebesaran nikmat tersebut bisa kita rasakan langsung dari
fungsinya masing-masing; yakni akal untuk berpikir dan membedakan mana yang
benar dan salah. Dengannya pula, seseorang bisa menghilangkan kebodohannya
sehingga menjadi makhluk yang cerdas dan beradab.
Hati
berfungsi untuk merasakan sesuatu, dan mengendalikan emosi seluruh organ tubuh.
Sehingga manusia bisa tertawa, tersenyum dan menangis. Dengannya pula, mereka
bisa menjadi pribadi yang baik, pemurah, sopan, lembut jika hatinya dihiasi
dengan sifat-sifat terpuji. Namun juga bisa menjadi pribadi yang serakah,
sombong, kikir dan pemarah, jika mereka mengotorinya dengan sifat-sifat
tercela. Sama halnya dengan mata, telinga, lidah, telinga, tangan, kaki, dan
perut, semunya juga memiliki fungsi dan kegunaan masing-masing yang tujuannya
semata-mata untuk memudahkan aktivitas manusia sebagai makhluk sempurna.
Wajib
Disyukuri
Karena
status indera-indera tersebut adalah nikmat, maka semestinya harus disyukuri
bukan dikufuri. Disyukuri dalam arti dipergunakan sesuai dengan fungsi awal
penciptaannya yakni semata-mata untuk tunduk kepada sang pemberi nikmat
tersebut, Allah. Sebagaimana yang
dikatakan oleh al-Qusyairi dalam kitab-Nya, Risalah al-Qusyairiyyah:
"Syukur
merupakan ungkapan pujian atau sanjungan kepada Dzat pemberi nikmat atas nikmat
yang telah dianugerahkanny. Ini makna syukur menurut bahasa. Sementara makna
istilahnya adalah mentasarufkannya seorang hamba atas segala nikmat yang
diberikan Allah, sesuai dengan fungsi awal kenap ia diciptakan."
Jika
berdasarkan konsep syukur di atas, maka cara mensyukuri panca indera yang kita
miliki adalah mula-mula dengan memuji atau menjungannya Allah sebagai dzat yang
telah mencurahkan indera-indera itu. Yakni melalui ucapan tahmid (Alhamdulillah
Rabbil'alamin). Ucapan tahmid tersebut merupakan simbol terimakasih seorang
hamba kepada Tuhannya seteleh menerima kenikmatan laykanya seperti ucapan
terimakasih seorang kepada saudaranya karena menerima pemberian darinya. Maka
sangat tak tahu malu dan begitu angkuh, orang yang sudah diberi namun tak mau
berterimakasih, karena seakan-akan ia tidak menghargai usaha si pemberi.
Begitu juga kepada Allah, jika ia enggan atau
melalaikan ungkapan terimakasih, berarti ia tidak menghargai pemberian-Nya
bahkan wajar bila ia telah dicap sebagai orang yang angkut. Karena ia kita,
pancar indera yang dimilikinya itu semata-mata muncul sendiri tanpa ada yang
memberinya, atau semata-mata hanya untuk dinikmati saja tanpa ada tanggung dan
pemilihan terhadapnya. Padahal ia tahu bahwa itu adalah nikmat Allah, namun
mereka mengingkarinya. Demikianlah sifat orang-orang kafir nikmat. Allah berfirman:
"Mereka
mengetahui nikmat Allah kemungkinan mereka mengingkarinya dan kebanyakan mereka
adalah orang yang kafir." (Qs. al-Nahl[16]:83).
Kemudian
setelah memuji kepada Allah, cara selanjutnya adalah dengan mentasarufkannya atau
memberdayakan panca indera yang kita miliki itu sesuai dengan fungsi dan tujuan
awal penciptaannya. Tentu, tujuan awal diciptakannya panca indera tersebut bukan
semata-mata hanya untuk dinikmati fungsinya saja tanpa ada penjagaan ketat, melainkan
tujuan utamanya adalah mempergunakannya di jalan Allah, yakni sesuai dengan aturan
syariat Islam. Maka jika itu adalah hati, cara mensyukurinya adalah dengan menjaganya
dari sifat tercela yang bisa menggelapkannya seperti sifat takabur, dengki, dan
lain sebagainya. Kemudian menghiasinya dengan sifat-sifat uswah dan hasanah seperti
tanggung jawab, kasih sayang, sabar, qana'ah dan lain sebagainya.
Kemudian
jika itu akal, maka dengan memperpergunakannya untuk berpikir, tadabur dan meresapi
ayat-ayat ilahiyah maupun ayat-ayat kauniyyah. Bukan malah dianggurkan atau bahkan
merusaknya dengan mengonsumsi minuman beralkohol. Bila itu sepasang bola mata,
maka caranya dengan mengungsikannya berdasarkan tujuan awal penciptaan yakni
untuk menyaksikan fenomena dan ayat Allah bisa melalui membaca atau tadarul
al-Qur'an, bukan malah merusaknya dengan mengintip, menonton gambar-gambar yang
seronoh atau tidur bukan pada tempatnya. Bila itu lidah, maka caranya dengan berkata
jujur, sopan dan lembut. Bukan untuk mencaci maki, menggosip apalalgi untuk
membohongi orang lain. Oleh karena itu, Rasulullah memerintahkan kita untuk
diam jika kita tidak berbicara baik, sebagai wujud dari penjagaan mensyukuri indera
lidah tersebut. Sebagaimana dalam sabdanya, beliau memperingatkan: "katakanlah
uang baik, atau lebih (engkau diam)."
Jika
itu berupa tangan dan kaki, maka cara mensyukurinya adalah dengan menggunakan
keduanya untuk amar makruf nahi mungkar seperti untuk gorong, sedekah, menulis
karya, berjalan menuju masjid atau majlis ilmu, bukan untuk memukul tanpa haq, mencuri,
ghasab, menendang dengan dzalim, berjalan menuju tempat maksiat dan lain
sebagainya. Dan jika itu berupa perut maka caranya dengan menyonsumsi makanan yang
halal, menyedikitkan makan, puasa atau semacamnya, bukan untuk memenuhi hawa
nafsu sehingga segala makanan minuman haram dikonsumsi, atau makan terlalu kenyang
dan semacamnya. Demikianlah beberapa cara mengatur dan mensyukuri keberadaan panca
indera yang kita miliki. Satu kali saja salah menggunakannya terutama indera hati
maka dampaknya pun sangat berbahaya. Tidak hanya akan dicap sebagai kufur nikmat,
namun semua organ tubuh kita pun akan rusak dan balik memberontak kepda kita
hingga sampai di titik kehancuran yang tak bisa tertolong lagi. Dan pada akhirnya,
hanya kebodohan, rakus, dan kegelapan hati lah yang tersisa. Na'udzubillah. []
Comments
Post a Comment