Ibadah: Sebuah Esensi Kehidupan


Ibadah: Sebuah Esensi Kehidupan

Acap kali kita disudutkan dengan satu pertanyaan yang barangkali terkesan mudah untuk dijawab, namun sejatinya ia amat "menggelitik", bahkan sering  kali kita tak mampu membuktikan jawaban itu. Pertanyaan itu adalah: "sebenarnya hakikat hidup itu apa sich?. Atau dalam bahasa mudahnya, "apakah tujuan dari rangkaian kehidupan kita di bumi ini?." "Dan jika memang tujuannya hanya untuk beribadah, sementara dalam perintah Allah yang lain, kita diminta untuk berkerja dan beristirahat, apakah keduanya tidak berlawanan?" dan pertanyaan-pertanyaan lainnya yang serupa.
Dari situ, maka jawaban yang bermunculan pun beragam. Ada yang menjawab: "hanya untuk beribadah", "untuk mencari ketenangan jiwa", sampai ada pula yang menjawab: "hanya untuk memperoleh kepuasan semata" dan jawaban-jawaban lainnya yang banyak mengarah untuk pemenuhan nafsu dan keinginan.
Untuk menemukan jawaban yang tepat, barangkali kita perlu flashback kembali ke masa awal penciptaan manusia dan apa tujuan dari penciptaan itu. Karena kita tahu bahwa Allah menciptakan manusia, tentu tidak untuk bermain-main apalagi untuk coba-coba. melainkan pasti ada tujuan dan harapan yang tersimpan di dalamnya. Sebagaimana Allah sampaikan dalam firman-Nya:
“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” . (Qs. al-Mu'minun[23]: 15.
 Dalam al-Qur'an Surat al-Baqarah[2] ayat 30 sudah dikabarkan bahwa saat itu Allah hendak  menjadikan manusia yakni  Nabi Adam as. sebagai khalifah (pemimpin) di bumi. Namun kehendak-Nya itu sempat di "protes" oleh para malaikat kerena mereka tidak sepekat. Hingga terjadilah dialog yang cukup 'serius' di antara keduanya. Akan tetapi, akhirnya para malaikat pun setuju bahkan mau mengakui dan bersujud kepada nabi Adam si khalifatul al-ard tadi.
Secara sederhana, ayat ini hendak menginformasikan bahwasanya Allah telah menugaskan manusia dengan menjadikannya sebagai pemimpin, pengelola dan pelaksana untuk kehidupan mereka di bumi ini. Mereka diberi wewenang oleh Allah untuk menciptakan suasana dan kondisi bumi yang sejahtera dan mendatangkan kemaslahatan. Mereka boleh memanfaatkan semua apa yang ada di dalamnya (baca:Rizki) dan dipersilahkan untuk menikmatinya selama tidak menerjang perintah-perintah-Nya yang telah digarisakan.
Jika mencermati ayat di atas, maka tugas dan tujuan kita hidup di dunia ini adalah untuk memakmurkan seisi bumi sebagai pijakan kita menuju akhirat, yakni dengan memposisikan masing-masing dari kita sebagai pengelola sekaligus penikmat yang bertanggung supaya kehidupan di bumi ini bisa lebih baik sehingga "bekal" yang dibutuhkan di akhirat kelak akan tercukupi. Jika demikian, apakah tujuan hidup ini hanya sebatas untuk itu? Tentu tidak. Lalu apa tujuan yang sebenarnya itu?.
Setidaknya ada dua tujuan dari keberadaan kita di dunia ini. Pertama untuk mengetahui kemahakuasan dan luasnya ilmu Allah. Karena dengannya, kita akan lebih mengenal Allah, iman kita menjadi kokoh, dan Allah pun akan memberikan pengetahuan dengan sifat Ilmu-Nya sehingga kita menjadi manusia yang berilmu. Sebagaimana dalam surat Thaha[20] ayat 12 disebutkan:
“Allah lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Ilmu Allah benar-benar meliputi segala sesuatu.”
Setelah mengetahui dan mau mengakui kebesaran Allah, maka selanjutnya mereka diminta untuk tunduk dan patuh kepada-Nya. Inilah tujuan kedua dari keberadaan manusia di kampung dunia ini. Dan hanya dengan satu jalan yakni beribadah baik secara dzahir maupun batin. Sebagaimana dalam surat Az-Dzariyat[51] ayat 56 dijelaskan:
 Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku”.
Artinya, seandainya bukan karena untuk beribadah kepada Allah, sangat mungkin sekali kita tak tercipta dan tak bisa menikmati keagungan ciptaan-ciptaan-Nya saat ini. Oleh karena itulah, (dalam ayat tersebut) sampai-sampai Allah mewajibkan keharusan beribadah ini, tidak hanya bagi para manusia, tapi juga berlaku bagi makhluk-Nya yang lain yakni Jin. Dimana hal itu sebagai "pertanda" bahwa ibadah adalah hal yang penting dan harus dilakukan.
Kenapa ibadah adalah tujuan utamanya?. Karena semua apa yang kita perbuat, yang kita ucapkan bahkan jiwa kita ini adalah semata-mata untuk pasrah kepada Allah. Oleh karena itu, mulai dari ujung rambut sampai mata kaki,  semuanya harus dipergunakan sesuai dengan hak dan tujuan awal penciptaannya yakni untuk bertaqarub kepada Allah bukan untuk bermaksiat. Akal misalnya, ia diberikan kepada kita tidak lain supaya kita mau berfikir. Sehingga dengannya, kita bisa mengenal Allah seyakin-yakinnya, bisa memperoleh hidayah dan dapat membedakan mana yang haq dan yang batil. Bukan malah menganggurkannya atau merusaknya dengan mengonsumsi minuman keras yang memabukkan. 
Begitu juga mata, tangan, telinga, perut dan kedua. Seluruhnya harus ditasarufkan dengan benar. Yakni mata untuk melihat hal-hal yang dihalalkan, seperti membaca al-Qur'an misalnya, bukan untuk mengintip. Tangan untuk merangkul orang yang lemah yakni dengan bersedekah, bukan untuk memukul atau mencuri. Telinga untuk mendengarkan suara yang ma'ruf, bukan untuk mendengarkan gosip atau semacamnya. Perut unyuk menampung makanan yang halal bukan yang syubhat atau haram. Dan kaki untuk melangkah menuju majlis ilmu dan dzikir, bukan untuk menuju tempat maksiat. Dan semua anggota tubuh yang kita miliki adalah semata-mata untuk melaksanakan perintah Allah bukan melanggarnya.
Dari sini jelaslah bahwa  Ibadah adalah tujuan yang sebenarnya bukan yang lain. Ia adalah hakikat dari sebuah penciptaan manusia. Ia adalah kewajiban dasar sekaligus bentuk "terima kasih" manusia kepada Allah setelah mereka diadakan di dunia. Ia adalah esensi kehidupan di kampung yang fana ini. Jika bukan dengan beribadah, dengan apa lagi mereka bisa memperoleh kehidupan dunia dan akhirat yang baik?[ ]


Comments