Penyelamat Dan Perusak Dalam Ibadah


Penyelamat Dan Perusak Dalam Ibadah
Ada satu perkataan apik sekali yang disampaikan oleh Rasulullah melalui jalur Abu Hurairah-----sebagaimana yang dinukil oleh Syekh Bawa al-Bantani dalam kitabnya, Syarah Nashaih al-'Ibad. Beliau mengatakan bahwa ada tiga hal yang bisa menyelamatkan seorang hamba dari jurang kemungkaran dan maksiat. Dan juga ada tiga hal yang bisa merusaknya sehingga terjerumus ke dalam kedurahakaan. Disamping itu, beliau juga menyampaikan ada tiga hal yang bisa meningkatkan derajat seseorang dalam ibadah dan ada tiga hal penghapus dosa. Lalu apakah semua tiga hal tersebut?. Untuk lebih jelasnya, yuk simak penjelasan berikut ini!

1. Tiga Penyelemat
Adapaun tiga hal penyelamat yang dimaksud adalah: pertama, takut kepada Allah dalam kondisi sepi dan terang-terangan. Kedua, keseimbangan dalam kefakiran dan kekayaan. Ketiga, berlaku adil dalam kondisi ridha dan marah. Semua tiga hal di atas merupakan bagian dari beberapa perkara yang bisa menolong manusia dari jeratan kemungkaran sehingga bisa selamat di dunia dan akhirat.
Orang yang bisa bertakwa dalam arti mampu melakukan segala aturan dan perintah Allah karena takut kepada-Nya baik dalam kondisi sepi maupun terang-terangan, maka ia akan selamat baik selamat jiwa maupun batinnya. Karena ia telah memperoleh penjagaan langsung dari Allah. Sehingga ia berbuat dan berbicara bukan semata-mata karena menuruti hawa nafsunya, melainkan karena begitu tunduknya, karena ia malu jika apa yang ia katakan justru membuat marah. Sehingga semua yang keluar darinya adalah ibadah dan bentuk kepasrahan kepada sang pencipta.
Begitu juga ketika seseorang bisa bersikap bijak sewaktu fakir dan kaya. Bijak dalam arti ia bisa qana'ah (menerima apa adanya) di saat tengah merasa kesulitan hidup. Tidak mengeluh dan tidak putus asa dengan apa yang dimilikinya. dan juga bisa bersyukur di saat bergelimpangan harta. Tidak kikir dan sombong dengan kemewahannya. Sehingga dengan itu ia akan selamat. Karena kefakiran yang tidak disikapi dengan bijak akan mendekati kekufuran dan kekayaan yang tidak disyukuri juga akan mendapatangkan murka Allah.
Sama halnya akan selamat bila ia bisa bertindak adil sewaktu marah dan ridha. Tidak asal memutuskan masalah dengan egoisme. Tidak memberikan kelonggaran padahal yang diperkarakan itu benar-benar salah dan batil. Karena ketika keadilan tidak ditunaikan dalam dua kondisi itu, ditakutkan akan menjadi kemadaratan. Yang salah diselamatkan, yang benar di sesatkan. Na'udzubillah.
2. Tiga Perusak.
Jika ada tiga penyelamat sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, maka juga ada tiga hal yang tergolong dalam perusak yakni: pertama, suara yang keras (menderung dan tertawa terbahak-bahak). Kedua, hawa nafsu yang dikuti. Ketiga, 'ujub. Tertawa terbahak-bahak tergolong perusak jiwa seseorang karena ialah yang merubah hati menjadi keras. Ia bisa menjadikanya pribadi yang keras kepala dan acuh tak acuh. Sehingga bagaimana pun caranya dinasehati, hatinya tetap akan memberontak. Seandainya menerima, itupun tidak sampai melakukan, hanya sebatas pengakuan di mulut saja. Oleh karena itulah, Allah diminta kita untuk menyedikitkan tertawa dan memperbanyak menangis.
Seperti halnya mengikuti hawa nafsu, ia juga bisa merusak jiwa dan amal kita. Dan akhirnya, kita menjadi budak untuknya. Jika itu terjadi, ma Kemaksiatan sudah dianggap menjadi "santapan harian", yang ada hanya memenuhi kepuasan semata. Kita bisa dibutakan olehnya, sehingga semua yang kita lihat, yang kita dengar, yang kita rasa dan yang kita pikir, semuanya seakan-seakan "begitu manis", padahal sebenarnya kita tengah diajak untuk menuju jalan kerusakan yang amat pahit balasannya.
Begitu juga jika kita berlaku 'ujub. Yakni merasa bahwa diri kita mempunyai kelebihan dibanding orang lain dan dengan kelebihan itu, kita tak sadar justru merendahkan yang di bawah kita. Kita tak menyadari bahwa kelebihan itu merupakan pemberian Allah yang harus disyukuri bukan dikufuri. Ia bisa jadi menjadi nikmat jika sikapi dengan benar, namun juga bisa menjadi laknat bila dikhianati. Begitulah 'ujub, satu sifat berbahaya. Ialah bumerang yang "menusuk" pelakunya dengan perlahan-lahan tanpa ia sadari.  
3. Tiga Pendongkrak Derajat
Adapun tiga hal yang bisa meningkatkan derajat seorang hamba adalah: pertama, menebarkan salam. Kedua, memberikan makanan (sedekah). Ketiga, shalat malam (tahajud). Kita tahu bahwa salam adalah simbol kedamaian dan kasih sayang. Karena di dalamnya ada doa dan harap untuk menjamin ketengan dan ketentraman bagi diri kita dan orang lain. Oleh karena itu, Nabi bersabda: "tebarkanlah salam di antara kaliqn semua..". Dengan menebarkan salam, secara tidak langsung berarti kita tengah memperbaiki kualitas akhlak dan derajat kehormatan di mata manusia. Dan dengan itu pula, Allah akan mengangkat derajat kita di akhirat kelak. Insyallah.
Sedekah juga meningkatkan derajat kita baik di dunia maupun akhirat? Kenapa? karena dengan bersedekah berarti kita telah memposisikan diri sebagi orang peduli dan taat kepada aturan Allah. Kita sudah dianggap mulia ketimbang mereka yang tidak melakukannya, padahal ia mampu. Demikian pula shalat tahajud, ia dengan segala keutamaanya bisa mengantar pelakunya menuju maqom yang terpuji. Tidak hanya mendapatkan pahala, namun di mata makhluk akan segani, dihormati dan mendapatkan kemuliaan yang berkah. Hal ini sebagaimana disampaikan langsung oleh Allah dalam firmanNya: "Dan pada sebahagian malam hari, kerjakanlah sholat tahajud sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Robb-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji." (Qs. al-Isra'[19] : 79).
4. Tiga Penghapus Dosa
Sementara yang termasuk penghapus dosa sebagaimana yang dikatakan dalam riwayat di atas adalah: pertama, menyempurnakan wuldu dalam kondisi dingin. Kedua, melangkah kaki menuju majelis (jamaah). Ketiga, menunggu shalat setelah shalat ditunaikan.
Untuk yang pertama, yakni menyempurnakan wudu secara jelas adalah hal yang menghapus dosa. Betapa tidak? ia sendiri diakui  tidak hanya mensucikan dzahir (fisik), tapi juga batin yakni dengan rontoknya dosa-dosa pada setiap anggota tubuh yang terkena air wudhu. Sebagaimana dalam riwayat disebutkan bahwa Rasulullah bersabda: "“Apabila seorang muslim atau mukmin berwudhu’ kemudian mencuci wajahnya, maka akan keluar dari wajahnya tersebut setiap dosa pandangan yang dilakukan kedua matanya bersama air wudhu’ atau bersama akhir tetesan air wudhu’. Apabila ia mencuci kedua tangannya, maka akan keluar setiap dosa yang dilakukan kedua tangannya tersebut bersama air wudhu’ atau bersama akhir tetesan air wudhu’. Apabila ia mencuci kedua kaki, maka akan keluar setiap dosa yang disebabkan langkah kedua kakinya bersama air wudhu’ atau bersama tetesan akhir air wudhu’, hingga ia selesai dari wudhu’nya dalam keadaan suci dan bersih dari dosa-dosa.” (HR Muslim).
Sementara untuk yang kedua yaitu melangkahkan kaki menuju perkumpulan (majelis) juga bisa menghapus dosa, terlebih majelis itu ada majelis ilmu. Dalam sebuah hadis dijelaskan bahwa barang siapa yang yang keluar dari rumahnya untuk menjari ilmu (di suatu majelis), maja dosanya akan terhapus sebelum ia kembali, bahkan dalam riwayat yang lain, para malaikat hingga hewan-hewan di laut juga ikut memintakan ampun kepada Allah untuknya.
Adapun yang dimaksud dengan menunggu shalat setelah shalat adalah bahwa kita bisa on time dan sudah bersiap-siap lebih awal ketika waktu shalat tiba. Kita sudah menunggunya lebih awal dengan melakukan amalih-amaliah sunah seperti shalat sunat, i'tikaf, maupun dzikir untuk menunggu sampai shalat didirikan. Sehingga jika kita bisa melakukan hal ini, maka dosa kita akan terhapuskan. Nabi bersabda: "Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu bahwa sesungguhnya Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Sholat lima waktu dan (sholat) Jum’at ke (sholat) Jum’at serta dari Ramadhan ke Ramadhan semua itu menjadi penghabus (dosanya) antara keduanya selama ia tidak terlibat dosa besar.” (HR Muslim).
Dalam riwayat lain juga disebutkan: "Tidak seorangpun yang bilamana tiba waktu sholat fardhu lalu ia membaguskan wudhunya, khusyu’nya, rukuknya, melainkan sholatnya menjadi penebus dosa-dosanya yang telah lampau, selagi ia tidak mengerjakan dosa yang besar. Dan yang demikian itu berlaku untuk seterusnya.” (HR Muslim). [ ]

Comments