Tingkatan
Ibadah Seorang Hamba
Setiap
sesuatu pasti ada penyebabnya. Begitu juga dalam beribadah. Dimana kita tahu
bahwa setiap manusia yang tengah menjalani perintah agama, tentu ada semacam
penyebab yang mendorongnya untuk melakukan perintah tersebut. Bisa jadi ia
patuh kepada Allah karena ia takut mendapatkan azab-Nya, atau karena memang
mengharapkan kasih sayang-Nya atau karena memang semata-mata meminta ridlo
dari-Nya. Ketiga hal tersebut merupakan alasan yang melatarbelakangi ketaatan
seorang hamba kepada Tuhannya.
Berkaitan
dengan ini, Amirul mukminin, Abu Bakar RA pernah berkata bahwa: "para hamba
Allah itu terbagi menjadi tiga golongan dan disetiap golongan terdapat tanda-tandanya.
Pertama, golongan hamba yang beribadah kepada Allah karena takut siksa neraka. Kedua,
golongan hamba yang beribadah kepada Allah karena mengharapkan pahala dan
ketiga, golongan hamba yang beribadah karena cinta. Golongan pertama mempunyai
tiga tanda yakni: merendahkan dirinya
(nafsunya), menganggap sedikit kebaikannya dan mengangap banyak kesalahannya.
Tanda golongan yang kedua adalah ia sudah dijadikan panutan manusia dalam
setiap hal, sangat pemurah untuk memberikan harta bendanya, dan husnudzon
kepada semua makhluk. Adapun tanda golongan ketiga adalah memberikan apa yang
dicintainya dan dan tak perduli hingga Allah ridlo karenanya, beramal karena
benci nafsunya dan untuk mendapatkan ridlo Allah, dan dalam setiap hal ia selalu
patuh dengan atasannya baik dalam hal perintah maupun larangan."
Dalam
konteks kekinian, perkataan Abu Bakar di atas barangkali sangat tepat sekali. Betapa
tidak? dengan sangat mudahnya, kita bisa menemukan seseorang yang terkategori
dalam ketiga golongan di atas. Seringkali kita menjumpai saudara kita yang begitu
ulet dan gesit dalam beribadah; shalatnya tepat waktu, ringan tangan dan lain
sebagainya. Dan ketika mereka ditanya: "kenapa engkau mudah tergerak melakukan
perintah agama?, mereka pun menjawab tegas: "saya seperti ini karena saya
takut azab Allah. Takut kalau nanti dimasukkan ke dalam neraka-Nya." Jawaban
mereka ini tentu tidak salah, dan wajar saja mereka mengatakan seperti itu. Namun
perlu diketahui bahwa "motif" ibadah seperti ini biasanya banyak dilakukan
orang awam.
Ciri-ciri
orang yang memiliki motif di atas adalah sering merasa dirinya lemah, merasa kabaikan
yang telah lakukan sedikit, sementara kejelekannya bertambah banyak. Karena memiliki
perasaan tersebut, maka wajar jika kemudian dia mudah tergerak hatinya oleh panggilan
Tuhan sehingga perintah agama pun ia tunaikan dengan Istiqomah.
Sementara
kita juga sering menemukan saudara-saudara kita yang ketika ditanya:
"kenapa engkau mudah sekali untuk melakukan kebaikan, mudah terpanggil
ajakn Tuhan dan senang berbagi?. Dengan senang hati ia pun menjawab: "saya
begitu dan begini karena ingin mendapatkan pahala dan kasih sayang Allah, dan semoga
dengan itu, saya tergolong ahli surga." dan ketika mendengar jawaban ini, kita
pun tak langsung menganggapnya keliru, sebab itu merupakan hal yang wajar.
Wajar bagi seorang hamba yang meminta "imbalan" kepada Tuhannya
berupa pahala, nikmat yang berkah dan kemulian-kemulian lain. Dan perlu diketahui
bahwa yang banyak mempraktekkan ibadah dengan motif sepertinya ini, juga sering
dari orang-orang awan- yang masih butuh "iming-iming" atau "pendongkrak"
supaya mereka gemar amar ma'ruf nahi mungkar.
Untuk
menemukan orang-orang yang memiliki motif ini tidaklah mudah. karena
tingkatannya lebih di atas golongan yang pertama sebelumnya. Namun, setidaknya
ada beberapa ciri-ciri sebagai "tanda pengenal" mereka yakni: pertama,
sudah menjadi panutan dalam segala hal. Artinya, apa yang ia lakukan mulai dari
ucapannya, perbuatanya bahkan diamnya sudah diakui sebagai "hikmah dan uswah"
oleh orang-orang di sekitarnya. Kedua, murah hati dan ringan tangan. Gemar
bersedekah dan peduli dengan sesama. Ketiga, berprasangka baik kepada sesama
makhluk. Tak sedikitpun di dalam hatinya, terucap perasaan curiga, ghibah dan penyesalan
kepada orang lain. Apa yang ia lihat dari mereka adalah kebaikan-kebaikan dan kesejukan.
Namun yang ia lihat pada dirinya adalah kekeliruan dan banyak salah.
Adapun
golongan ketiga yakni yang beribadah karena cinta kepada Tuhannya merupakan
tingkatan ibadah paling tinggi. Hanya segelintir orang yang dapat melakukan dan
sampai pada tingkatan tersebut. Oleh karena itu, persyaratannya pun terbilang sulit-sebagaimana
yang disebutkan dalam perkataan Abu Bakar di atas yakni: pertama, orang
yang ibadah karena cinta, ia sudah bisa memberikan dan merelakan sesuatu yang dicintainya
untuk orang lain. Artinya, ia begitu murah tangannya, hingga barang yang amat dicintainya
pun ia sedekahkan kepada yang membutuhkan. Orang-orang seperti inilah yang akan
dijanjikan dengan kebaikan yang tiada tara yakni surga dengan segala nikmatnya.
Sebagaimana dalam Qs. Ali 'Imran [3] ayat 92 disebutkan:
"Engkau tidak akan
memperoleh kebaikan, sebelum engkau infakkan apa yang engkau cintai".
Persyaratan
kedua adalah, merasa benci dan terganggu dengan nafsu dan syahwatnya yang terus
mengajaknya ke dalam jurang kemungkaran. Oleh karena itu, ia kekang nafsu itu dengan
berbagai cara, ada yang dengan menyidikitkan makan dan tidur, ada yang dengan berpuasa
dan adapula dengan mengamalkan berbagai macam wirid. Semua ini ia lakukan untuk
membelenggu nafsunya yabg terus membelenggu dirinya, sehingga dengan itu, ia mudah
mengajak hatinya ke jalan yang benar dan selalu dijalur syariat Islam.
Kemudian
syarat ketiga adalah sangat patuh dengan perintah atasannya. Atasan di sini
bisa berarti Allah dan juga orang-orang yang menunjukkannya menuju jalan ilahi
seperti orang tua dan guru. Sehingga, orang yang beribadah karena cinta kepada yang
sembah, semata-mata memang patuh, tunduk dan pasrah kepada-Nya. Apapun yang diberikan
oleh Tuhannya ia rela, ridlo dan terima dengan senang hati, jika memang itu yang
terbaik. Biasanya orang-orang seperti ini, sudah tidak lagi silau dengan imbalan-imbalan
agama seperti pahala yang agung, nikmat yang berlimpah, atau surga yang memukau
bahkan karena saking cintanya, seandainya ia ditakdirkan berbeda dengan yang ia
inginkan ia pun tetap rela. Yang ia pikirkan hanya keridolan dan kasih sayang Allah.
Ia hanya minta bisa selalu dekat dengan-Nya. Tidak lebih. Oleh karena begitu
sulit persyaratan golongan hamba ketiga ini, maka biasanya hanya dilakukan oleh
orang-orang khusus, orang-orang yang sudah bersih hatinya dan dekat kepada-Tuhannya.
Demikianlah
tiga golongan hamba dalam beribadah kepada Allah. Mulai dari yang terkecil
sampai yang termulia. Semoga dengan mengetahui tiga tingkatan ini, kita bisa
lebih peka untuk ber-muhasabah diri: di bagian manakah diri kita ini
dari sekian golongan itu?. sehingga dengan kepekaan itu, akhirnya kita bisa memicu
semangat untuk beribadah dan hasrat kita untuk naik ke golongan yang paling
mulia pun terbakar lagi. Amin. [ ]
Comments
Post a Comment