ZAMAN
PENUH KELALAIAN
Sebagaimana
diketahui bahwa perubahan zaman telah banyak memberikan pengaruh hebat terhadap
pola pikir manusia, terutama kecenderungan mereka terhadap satu hal. Dewasa
ini, banyak orang-orang yang lebih memilih hidup mewah, serba kecukupan dan
terpandang. Lebih condong memilih gaya hidup yang ngetrend tapi
sebenarnya malah berubah menjadi gaya hidup yang hedonis dan konsumtif. Sedikit
sekali dari mereka yang bisa menampik mental-mental seperti itu dan
menggantinya dengan gaya hidup yang hemat, agamamis, dan inovatif.
Karena
pola pikir dan mental seperti itulah, kemudian banyak dari mereka yang
mengabaikan tugas dan kewajiban yang lebih memberikan dampak positif bagi diri
mereka di kemudian hari. Salah satu penyebab utamanya adalah karena tuntutan
ekonomi yang terus melilit dirinya sementara kemajuan zaman terus melonjak
tinggi dan tingkat kesadaran ataupun sklil mereka tidak memadai untuk merespon
kemajuan zaman tersebut. Akhirnya, terjadilah tumpang tindih antara hak dan
kewajibannya, antara mental spritual dan mental hedonisnya, dan antara
ketaatannya dan pembangkangannya. Demikianlah seterusnya sampai banyak
kewajiban dan hal-hal penting dilupakan.
Fenomena-Fenomena
perubahan zaman seperti ini bukanlah hal yang asing lagi karena kita bisa
langsung menyaksikannya bahkan ia sudah menjadi hal "lumrah" bagi
sebagian kalangan. Tapi tahukah Anda bahwa fenomena tersebut sebenarnya telah
lebih dulu dikabarkan oleh Nabi 15 abad yang lalu? yakni dalam salah satu hadisnya
beliau bersabda: "akan datang zaman dimana para umatku akan lebih
menyukai lima perkara dan melupakan lima perkara yang lain, yakni mereka lebih
menyukai dunia namum melupakan akhirat, lebih menyukai rumah idaman namun
melupakan alam kubur, lebih menyukai harta benda namun melupakan perhitungan
(baca: zakat), lebih menyukai keluarga, namun melupakan hak-hak mereka, dan
lebih menyukai hawa nafsu namun melupakan Allah. Mereka semua telah bebas dari
ku dan aku pun telah terbebas (tidak ikut campur urusan) dari mereka".
Sabda
Nabi nabi di atas buka lah sebuah kebetulan belaka, tapi memang sebuah
kenyataan yang sudah diprediksi berabad-abad yang lalu. Dan tentu, beliau
mengucapkan hal demikian adalah untuk mengingatkan kita bahwa dalam hidup itu
selalu ada kewajiban dan aturan yang mesti dilakukan. Tidak semata-mata hanya
memenuhi hak dan keinginan saja. Ya, kelima perkara yang di atas adalah sekian
dari beberapa contoh dimana kewajiban sudah tidak lagi dipentingkan kembali,
mereka lebih condong memenuhi hak-haknya.
Mereka
lebih condong mencintai dunia, lebih memilih kepentingan-kepentingan duniawi
yang fana, mereka lebih nyaman mengejar ketinggian derajat di di dunia,
sementara akhiratnya dinomorduakan. Perintah dan kewajiban agama banyak mereka abaikan
atau paling tidak sering menundanya. Padahal mereka tahu bahwa akhirat itu
lebih utama dan sebaik-baiknya "kampung" halaman. Contoh kecilnya
adalah mereka sering meninggalkan shalat, gara-gara urusan dunia, gara-gara
pekerjaan yang menumpuk, padahal mereka tahu bahwa Shalat adalah kewajiban
agama yang harus ditunaikan dalam keadaan apapun, namun kenyataannya mereka
justru melupakannya.
Begitu
juga mereka melupakan alam kubur, sementara lebih menyukai tempat tinggalnya
yang diidam-idamkannya itu. Artinya, meraka tak menyadari bahwa kelak ia akan
mati dan kembali ke rumah asalnya yakni liang lahat yang sepi dan gelap. Namun,
kenyataannya mereka tetap terlena dengan rumah dunia yang lebih menarik dengan
fasilitas mewah. Mereka lalai bahwa kemewahan itu tidak akan dibawa sampai
mati, tapi amallah yang menjadi bekalnya.
Sama
halnya mereka juga lebih menggandrungi harta bendanya, ia begitu
mengidamkannya, dan menjaganya jangan sampai musnah ditangannya. Mereka nikmati
semaunya sendiri. Bahkan dihambur-hamburkan begitu mudahnya. Padahal harta
benda mereka itu ada haknya yang harus di rasarufkan kepada orang-orang yang
membutuhkan. Bukankah bersedekah adalah alat terbaik untuk menolak bala?.
Bukankah dengan memberikan harta kepada yang berhak, mereka telah terbebas dari
memakan barang haram?, dan bukankah Allah akan menjanjikan mereka rezeki yang
berlipat ganda ketika mereka mau berbagi ke orang lain?.
Tidak
hanya harta yang mereka lupakan, hak untuk menafkahkan keluarga juga mereka
lalaikan. , banyak dari kita yang katanya mencintai keluarga, saudara dan
kerabat, namun kenyataannya hak mereka untuk mendapatkan nafkah, perlindungan
dan kasih sayang tidak dipenuhi. Justru malah diabaikan. Sehinga kita bisa
menyaksikan di zaman sekarang ini, banyak anak-anak yang hidupnya terlunta-lunta
gara-gara ditinggal orang tuanya entah kemana, banyak janda yang dibiarkan
hidup sendiri padahal mantan suaminya masih wajib untuk membiarkan nafkahnya,
dan banyak tua renta yang mati-matian menahan sakit di akhir hayatnya,
sementara anak cucunya bersenang-senang dan acuh tak acuh dengannya. Na'udzubillah.
Dan
terakhir, mereka lebih banyak menuruti hawa nafsu dan keinginannya. Dan dengan
mudah meninggalkan perintah agama. Semua upaya mereka lakukan hanya untuk melancarkan
dan memenuhi nafsunya yang tak pernah dahaga. Halal-haram bukan yang dipikirkan
lagi, tapi banyak dan nikmat atau tidaknya yang menjadi ukuran. Mereka bekerja bukan
lagi karena Allah dan untuk membekali diri supaya bisa beribadah terus kepada-Nya,
melainkan karena tujuan dunia berupa pangkat, kehormatan dan kenikmatan yang fana.
Mereka lalai bahwa agama dan segala aturan-aturannya adalah nikmat dan kasih sayang
untuknya bukan pengekangan apalagi rintangan untuk mendapatkan kenikmatan yang
ia puja itu. Justru dengan menjalankan perintah-perintah-Nya itulah, banyak
kenikmatan duniawi yang tak disangka-sangka bisa datang dan menjumpainya.
Kelima
hal ini, baik melalaikan akhirat karena dunia, melalaikan harta benda untuk dizakati,
melalaikan kematian, melainkan keluarga untuk dinafkahi maupun melainkan perintah
Allah karena menuruti hawa nafsu, semuanya itu adalah faktor-faktor yang merusak
pola pikir dan mental kehidupan seseorang. Faktor yang bisa membuat seseorang rugi
dunia dan akhirat. Oleh karena itulah, dalam teks hadis nabi di atas , tepatnya
di penggalan paling akhir disebutkan: "mereka terbebas dari ku dan aku
pun terbebas dari mereka", yang ini mengisyaratkan bahwa kondisi mereka
amat fatal dan bahaya hingga sampai nabi sendiri terbebas dalam arti tidak ikut
campur bagaimana nasib mereka selanjutnya, yang jelas orang-orang yang menyukai
hal ini dan meninggalkan lima hal lain yang lebih penting, akan dicap sebagai
golongan yang merugi di akhirat dan dunia. Na'udzubillah. [ ]
Comments
Post a Comment