Ketika Alam Mulai Tak
Bersahabat
Akhir
tahun 2018 ini, seakan-akan ditutup dengan momen yang mengaharukan. Pasalnya,
banyak musibah dan bencana yang terjadi di penghujung tahun tersebut. Bahkan di
awal tahun 2019 pun, bencana itu masih terus berdatangan. Yakni sebagaimana
dikutip tempo.com (27/12/2018) mulai dari Lombok (29 /9/2018) yang menelan
korban 563 jiwa dan 78 ribu rumah mengalami rusak parah, gempa dan tstunami
palu-sulawesi (28/11/2018) dengan korabn jiwa sebanyak 2.113 jiwa, 4.612
luka-luka, 223.751 orang mengungsi, dan 66. 926 rumah mengalami rusak parah,
gempa selat sunda (22/12/18) yang menewaskan 373 orang, 1/459 luka-luka, 128
orang hilang, dan 5.665 orang mengungsi, hingga longsor di sukabumi yang
menelan 31 korban tertimbun tanah.
Dengan
hadirnya bencana-bencana ini, tentu kita merasakan kepedihan dan empati yang
mendalam khusunya kepada mereka para korban dan kelurga yang ditinggal pergi
sanak saudaranya. Dan uluran tangan dari kita adalah hal yang sangat dibutuhkan
mereka saat ini. Semoga mereka mendapatkan ketabahan dan segera pulih dari
kesedihan yang menyakitkan itu. Amin.
Kemudian,
pada sisi yang lain, kita juga mungkin akan bertanya-tanya: mengapa bencana ini
terus berdatangan?. Ada apa dengan
bangsa indonesia ini?. Apakah salah manusianya ataukah karena alam sudah
tidak stabil kembali?. Tentu, ada banyak kemungkinan jawaban untuk masalah itu.
Namun, yang terpenting dari itu semua adalah, hikmah atau pelajaran yang semestinya
kita ambil untuk membekali diri kita menjadi lebih berwaspada, bermakna dan
berkontribusi maslahat di masa depan demi keselamtan bumi pertiwi ini. Hikmah-hikmah
yang dapat kita petik, diantaranya adalah:
Pertama,
segala sesuatu yang baru pasti akan rusak dan binasa. Termasuk bumi atau alam
raya ini. Setelahsekian milyaran tahualam ini hadir di tengah-tengah kita,
tentu sudah mengalami ketidakstabilan dan performanya semakin menurun. Sehingga
munculnya ben-can-bencana itu adalah tanda bahwa alam ini akan mengalami
kerusakan dan pada waktunya akan hilang, yakni pada kiamat nanti. Sebagaimana
dalam al-Qur’an disebutkan: “segala
sesuatu [pasti] akan binasa, keculai dzat Allah” (QS. al-ankabut[29]: 88).
Kedua,
selain alam, manusia juga akan mengalami kerusakan, yakni ditandai dengan
dicabutnya nyawa. Melihat para korban yang bergelimpangan itu kita akan semakin
percaya bahwa manusia pasti mengalami kematian dan waktunya pun sangat misteri;
kapan dan dimana ia akan mendatangi kita. Oleh sebab itu, kita tidak perlu
berlari menghidari dari kematian. Yang mesti kita lakukan adalah mawas diri dan
membekali diri supaya tatkala “tamu misterius” itu datang, kita sudah mengantongi
ekal amal yang baik atau paling tidak kita tengah menjalani aktivias yang
positif. Sehingga dengan itu, kita sangat mungkin memperolh husnul khatimah.
Amin. maka ada pepatah arab yang mengatakn: “orang
yang cerdas adalah yang merendahkan nafsunya dan yang mempersipkan bekal
setelah mati.”
Ketiga,
betul memang, bahwa terjadinya bencana alam karena alam itu sendiri yang sudah
rapuh. Namun sejatinya juga ada faktor lain yakni sebab ulah tangan manusia
sehingga alam tersbut tidak stabil lagi. Mulai dari tindakan manusia seperti
eksploitasi lahan dan tamnah, limbah pabrik, sampah hingga ketidakamanahan
dalam mengemban tugas yang berkahir pada kasus korupsi, nepotisme, pembegalan
dan lain-lain. Hal ini sudah ditegaskan dalam Al-Qur’an 14 ribu yang lalu: “munculnya kerusakan di dataran dan di alait
itu disebabkan oleh ulah tangan manusia” (QS. al-ruma[31]: 41). Maka, untuk
menghidari bencana itu, berarti dimulai dari pemenahan sikap, karakter dan
kebijakan manusia itu sendiri. Lebih tepatnya, memperbaiki tingkat spiritual
dan mentalnya dengan nilai-nilai agama atau sosial yang meneduhkan. Sehingga
jika itu bisa dilakukan, inysaallah
negara dan penduduknya akan merasa aman dan selamaat (QS. al-Araf[7]: 96).
Keempat,
hal yang terpenting dari datangnya musiah atau bencana itu adalah kekuatan kita
untuk bisa bersabar dan iklas. Dua hal ini yang harus kita tunjukkan supaya
bencana itu tidak menadi beban dan mengubah diri menjadi putus asa. Karena
orang ayng sabar akan mendapatkan ketenangan dan anugrash yang lebih baik untuk
di masa depan (QS. AL-Bqarah[2]: 155).
Akhirnya,
semoga kita terhindari dari malapteka dan marabahya yang alam ini. Dan kalaupun
ditakdirkan untuk menjadi korban karenanya, maka berikanlah ketabahan dan
kesabaran untuk menjalaninya dan bisa menjemput kematian dengan husnul
khatimah.[]
Comments
Post a Comment