SandiwaraKontestasi Demokrasi
Tidak lengkap kiranya, suatu obrolan tanpa
ada sentilan dan guyonan yang mengsyikkan. Begitu juga dalam dunia
politik,perlu mencari suasana mencerahkan lewat suatu goyonan. Ya, demikianlah
yang barangkali dibutuhkan dalam menyikapi panasnya menjelang pilpres tahun ini
yang kerap kali menonjolkan wajah emosi, geram dan bahkan fitnah.Untuk itu,
kehadiran salah satu pasangan capres dan cawapre fiktif yang lagi viral di
jagat raya ini,—sebagaimana diliput kompas.com(7/1/2019)— yakni Nurhadi-Aldo
dari koalisi “"Tronjal-Tronjol Maha Asik” dengan nomor urut 10
adalah gebrakan tepat untuk mencairkan suasana panas tersebut.
Dengan sajian penuh lelucon, dan parodi, paslon fiktif ini ingin
menjadikan tahun politik sebagai wadah silaturahmi bukan sebagai ajang untuk
saling membenci. Dengan, tampilan yang
penuh candaaan, capres fiktif tersebut ingin mengajarkan kepada masyarakat
bahwa tawa adalah satu cara yang dapat menyatukan perbedaan dan perseteruan.
Demikian kurang lebih visi-misi tronjal-tronjol
ini. Dan lebih dari itu, sebenarnya, ada pesan mendalam dari tampilnya “partai
fiktif” tersebut yang diantaranya adalah:
Pertama,
demokrasi pancasila yang sejatinya penuh dengan nilai-nilai luhur bahkan sesuai
dengan nilai-nilai islam, sekarang ini telah ternodai akibat kontestasi pileg
dan pilpres yang tidak sehat; penuh dengan intrik, licik, dan egoism. Padahal,
islam mengajarkan bahwa demokrasi yang berarti kebebasan dan keadilan
bersosilasidan berpendapat, itu harus mengedepankan tatakrama dan tetap
bertujuan mewujuddukan kedaimain. Karena demokrasi adalah solusi dari fitrah
umat ini yang beragam dan beranekaragam.
Dalam al-Qur’an ditegaskan:
“Manusia itu adalah umat yang satu.
(setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi
peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi
keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah
berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada
mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang
nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk
orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka
perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang
yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus”(QS.Al-Bqarah[2]: 213).
Kedua, semestinya ajang pilpres tau pileg tersebut
digunakan untuk menguatkan silaturahmi dan belajar memahami perbedaan. Bukan
sebagai alat untuk mencari kesalahn orang lain atau menjatuhkan yang lain.
Pernyataan ini senada dengan ayat Al-Qur’an yang menyatakan: “Hai manusia, sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.” (QS. Al-Hujurat[43]: 13.
Ketiga, politik yang sehat adalah politik yang mengedepankan sikap tabayun,
menerima kritik lawan dan tidak mengumbar fitnah kepada lawan.Bukan karena
masalah kekuasaan kemudian segala cara dibolehkan, melainkan lebih kepada
perilaku sesame muslim yang mencerminkan agamanya yang hanifiyyah. Maka
cukuplah surat al-Hujurat berikut ini menjadi pengingat kita, untuk bisa
menerapkan politik cerdas dan mencerdaskan;
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengolok-olokkan kaum yang lain
(karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik daripada mereka
(yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan)
wanita-wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan)
lebih baik daripada wanita (yang mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela
dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang
buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman; dan
barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itu orang-orang yang zalim.” (QS.
Al-Hujurat[49]: 11).
Keempat, setiap
ada perseteruan perlu membutuhkan pelerai, bukan pentral yang diam ditempat,
apatis atau acuh tak acuh.Tapi pelerai yang dapat menenangkan suasana menjadi
kondusif, akur dan damai.Dan barangkali tulah yang kini dilakukan oleh capres
Nurhadi dari koalisi tronjal-tronjol tersebut.Dengan tampilannya yang kocak dan
mengundak gelak tawa pelihatnya, capres-cawapres fiktif ini ternyata
mendapatkan simpati dari masyarakat dan kemudian sedikit banyak mempengaruhi
mereka untuk tidak ikut-ikutan menegang, memanas, dan terpancing emosi akibat
tahun politik yang genting ini atau akibat partai dan calonnya yang mereka
dukung. Cukup dengan tersenyum, santai dan tenang, kontestasi politik akan
terlihat lebih mengasyikkan dan tidak lagi menyeramkan sebagaimana yang
dibayangkan. Dalam kajian fikih dakwah, apa yang dilakukan mereka berdua
sejalan dengan kaidah “ketika ada dua hal
penting yang saling bertentangan dan memiliki argumen cukup kuat, maka
dikompromikan menjadi kesatuan yang maslahat.”
Demikian kurang lebih pesan yang tersirat
dari hadirnya koalisi tronjal tronjol yang mengusung citra kontestasi politik
yang mengasyikkkan, cerdas dan mencerdaskan.Dan yang menginginkan ajang
demokrasi yang santun dan penuh toleransi. Supaya rakyat ini menjadi muslim
yang berwawasan nan legowo bukan muslim sontoloyo.[]
Comments
Post a Comment